icon
article-hero

Upaya Bertahan dan Makmurkan Rumah Ibadah, Warga Berkebun di Atap Masjid

avatar-name

Tiara •  Apr 30, 2021

Informasi yang tertera di bawah ini sesuai dengan kondisi saat artikel dipublikasikan.

Setiap orang punya cara tersendiri untuk bertahan dari dampak buruk pandemi, baik secara fisik maupun ekonomi. Sofyan adalah salah satu dari sekian banyak masyarakat Indonesia yang kehilangan pekerjaannya semenjak Covid-19 merebak di tanah air.

MB Farm, hidroponik, Masjid Baitussalam, Tamansari, Jakarta Barat

Kredit: Ayomi Amindoni di BBC News Indonesia

Berdasarkan sumber ini, awalnya Sofyan yang berdomisili di Tamansari ini bekerja di bidang jasa pembuatan paspor. Namun setahun belakangan, pekerjaan terhenti sepenuhnya akibat berbagai pembatasan perjalanan.

Nasib serupa pun dialami sejumlah jamaah Masjid Baitussalam yang berada di kawasan Tamansari, Jakarta Barat. Senasib dengan Sofyan, banyak di antara mereka yang terpaksa menganggur akibat pandemi.

Titik balik pun dimulai ketika salah satu anggota Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Baitussalam mencetuskan ide untuk bercocok tanam di atap masjid. Sofyan yang selama ini aktif di masjid pun ditunjuk menjadi ketua kelompok petani Masjid Baitussalam Farm (MB Farm).

Kredit: Faizal Fanani di Liputan6

Di atas lahan seluas kurang lebih 200 meter persegi, MB Farm membudidayakan aneka sayuran dengan metode hidroponik.  Saat ini, MB Farm telah memiliki enam sistem hidroponik dengan total 2.000 lubang. Dalam 20-25 hari, MB Farm bisa memanen aneka sayuran seperti sawi hijau, pakcoy, kangkung, dan selada.

Sejak pandemi, Masjid Baitussalam memang sepi akibat larangan beribadah berjamaah. Akibatnya, masjid pun kehilangan sumber pemasukan untuk biaya operasional.

Namun, ide membuka kebun hidroponik di atap masjid pun bukanlah karena keuntungan material semata. DKM berusaha memberdayakan para jamaah yang kehilangan pekerjaan dan memberikan sumbangsih untuk para petani dan masjid itu sendiri.

Kebun hidroponik ini pun dirawat bukan tanpa tantangan dan perjuangan. ada tahap awal, MB Farm pun pernah mengalami kegagalan. Terlebih tidak seorang pun petani yang aktif di MB Farm memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang hidroponik.

Sedikit demi sedikit, mereka pun belajar dengan informasi yang diperoleh dari internet.

Kini, para petani di MB Farm telah menjalankan kebun hidroponik ini dengan baik. Bibit sayuran disemai selama empat hari, lalu dipindahkan ke sistem, lantas siap untuk dipanen sekitar 20 hari kemudian.

Meski awalnya inisiatif kebun hidroponik ini hanyalah untuk mengisi waktu luang, pada akhirnya MB Farm memberikan manfaat yang jauh lebih besar.

Sebelumnya, hasil panen MB Farm sekadar dibagikan kepada para petani dan masyarakat sekitar. Namun seiring dengan semakin banyaknya sistem yang dimiliki, hasil panen MB Farm pun kini berpotensi untuk dipasarkan dan dijual untuk umum.

Para petani pun memasarkan sayuran hasil panen dengan cara manual, seperti dari mulut ke mulut hingga pengumuman masjid. Bahkan, mereka pun tidak segan menawarkan hasil panen dari unit usaha masjid ini ketika shalat Jumat kepada para jamaah.

Setiap paket sayuran organik hasil panen MB Farm dibanderol seharga Rp 10.000 dengan berat sekitar 400 gram. Ke depannya, mereka pun berharap agar produk MB Farm bisa dipasarkan dengan lebih baik.

Simak juga kisah inspiratif lainnya dalam artikel berikut ini: